• Edi Junaedi, S.Pd.I
  • Agama
  • 2021-11-05 15:46:00
Sifat - Sifat Mulia Rasulullah SAW

AKHLAQ - AKHLAQ MULIA RASULULLAH

Banyak sekali riwayat hadits maupun atsar Sahabat yang menceritakan tentang kemuliaan akhlak Rasulullah. Bahkan Ummul Mukminin ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha ketika ditanya oleh sahabat Hisyam bin Amir Radhiyallahu ‘Anhu tentang bagaimana akhlak Rasulullah, maka ‘Aisyah berkata: “Bukankah engkau sering membaca Al-Qur’an?”, beliau menjawab: “Ya”, ‘Aisyah berkata: “Akhlak Rasulullah adalah Al-Qur’an”. (H.R. Muslim).

Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah ketika menjelaskan tentang hadits ini, beliau menyatakan bahwa Nabi Muhammad memadukan takwa kepada Allah dan sifat-sifat luhur.

Takwa kepada Allah dapat memperbaiki hubungan antara seorang hamba dan Tuhannya, sedangkan akhlak mulia dapat memperbaiki hubungannya dengan sesama makhluk Allah Ta’ala. Jadi, takwa kepada Allah akan melahirkan cinta seseorang kepada-Nya dan akhlak mulia dapat menarik cinta manusia kepadanya.

Maka perlu bagi setiap muslim yang ingin memiliki akhlak luhur seperti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, untuk mengetahui beberapa akhlak beliau ketika bermuamalah bersama para sahabatnya.

Pemaaf

Semasa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan Abu Bakar As-Siddiq melakukan hijrah ke Madinah, kaum Musyrikin segera menawarkan 100 ekor unta kepada siapa yang dapat membunuh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Suraqahbin Malik bin Jus’ham yang mendengar kabar tersebut segera mencari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Suraqah segera mengejar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dari belakang, akan tetapi kudanya tersungkur dua kali dan terjerembab ke tanah.

Namun, untuk kali ketiga ia tersungkur, kudanya terjerumus ke dalam pasir, ia kembali terjerembab. Ketika ingin mengeluarkan kudanya daripada pasir, keluarnya asap berkepul-kepul bagaikan ribut pasir.

Suraqah meminta tolong kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan baginda memberikan pertolongan dengan mengangkatnya.

Dari kisah tersebut tergambar jelas bahwa tatkala Suraqah ingin membunuh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Ia bersama kudanya malah terjerembab ke tanah hingga beberapa kali. Kemudian setelah itu, ia memohon kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam supaya menolongnya.

Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam akhirnya menolong Suraqah serta memaafkan kelakuan Suraqah yang hendak membunuh beliau.

Subhanallah, sungguh mulia akhlak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, ketika beliau ingin dicelakai sekalipun, beliau malah menolongnya. Pada saat beliau dimusuhi, beliau malah memaafkannya.

Penyayang

Imam Al-Bukhari meriwayatkan banyak hadits yang mengisahkan tentang sifat kasih sayang yang dimiliki oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan juga menjelaskan sabda-sabda Rasul yang berhubungan dengan perkara ini.

Di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh ibunda kaum Muslimin, ‘Aisyah yang mengisahkan tentang seorang Arab Badui bernama Al-Aqra bin Habis radhiyallahu ‘anhu, yang datang berkunjung ke Madinah. Ia amat heran melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mencium cucu-cucu beliau dan anak-anak para sahabatnya.

Ia berkata, “Sesungguhnya saya mempunyai sepuluh orang anak, tetapi, tak seorang pun dari mereka yang pernah saya cium”.

Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, yang artinya, “Apakah Allah telah mencabut sifat kasihs ayang dari hatimu?”. (H.R. Bukhari).

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak ingin para sahabat memiliki perasaan yang kaku dan keras. Menyayangi anak-anak adalah teladan yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, agar para pengikutnya berhati lembut dan penyayang.

Namun, tidak selamanya kasih sayang menimbulkan keramahan, keceriaan, senang dan bahagia. Orang dengan perasaan yang lembut seperti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga menemukan bahwa kasih sayang seringkali berupa air mata dan kesedihan. Hal tersebut tentu tidak mengurangi keagungan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memiliki keluhuran akhlak yang tiada dimiliki oleh orang lain. Beliau begitu bijaksana dalam mengajarkan kepada umatnya bagaimana cara menyayangi orang yang lebih muda dari kita, sekalipun itu adalah anak kecil.

Berkaitan dengan sifat kasih sayang, Allah Ta’ala telah menegaskan dalam beberapa ayatnya di antaranya firman-Nya :

Artinya : “…Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. Al-A’raf [7] : 56).

Meski Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah manusia pilihan yang selalu dijaga gerak dan langkahnya oleh sang Khalik. Namun Allah tetap memerintahkan Nabi-Nya untuk tetap tawadhu dan menyebarkan kasih sayang.

Allah Ta’ala berfirman:

 “…Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.” (Q.S. Al-Hijr [15] : 88).

Ada kisah menarik lainnya, diriwayatkan bahwa suatu ketika salah seorang sahabat terlambat datang ke Majelis Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam . Karena terlambat, sehingga sahabat ini tidak mendapatkan tempat duduk, kemudian ia minta izin untuk mendapat tempat, akan tetapi para sahabat yang lain tak mau memberinya tempat.

Di tengah kebingungannya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memanggilnya untuk duduk di dekatnya. Tidak berhenti sampai di situ, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melipat sorbannya kemudian diberikan kepada sahabat tersebut untuk dijadikan tampat duduk.

Jadilah sahabat tersebut berlinangan air mata menerima sorban tersebut namun tidak menjadikannya alas duduk akan tetapi mencium sorban Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam . Lihatlah bagaimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menghargainya sampai-sampai sahabatnya menangis karena terharu.

Jika kita perhatikan, maka akan sangat jelas bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memiliki jiwa kepedulian terhadap manusia, beliau tidak memandang status sosial seseorang, apakah dia orang kaya atau bahkan jika orang tersebut dari kalangan dhu’afa sekalipun.

Syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfury mencantumkan didalam kitab sejarahnya Ar Rahiq Al-Mahtum beliau menceritakan bahwa seorang muslimah tengah berbelanja di pasar bani Qainuqa’.

Orang-orang Yahudi memintanya agar ia menyingkapkan jilbabnya. Tentu saja wanita itu menolaknya, maka salah seorang di antara mereka mengikatkan ujung jilbab muslimah tersebut tanpa sepengetahuannya. Sehingga tatkala wanita itu berdiri, tersingkaplah auratnya diiringi gelak tawa bani Qainuqa’.

Wanita tersebut berteriak, kemudian salah seorang sahabat datang dan langsung membunuh pelakunya. Tetapi akhirnya sahabat tersebut dikeroyok dan dibunuh kaum yahudi.

Ketika kabar tersebut didengar oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, maka beliau segera mengumpulkan pasukan untuk menyerang serta mengepung benteng bani Qainuqa’. Hingga pada akhirnya kaum Yahudi menyerah dan siap mendapatkan hukuman.

Saat seperti inilah Abdullah bin Salul (gembong Munafik) memberikan saran terhadap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk membunuh mereka semua. Namun dengan kemuliaan akhlak dan keluhuran budi pekerti beliau, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menolak usulan tersebut. Kaum Yahudi hanya diusir dari kota Madinah.

Penyabar

Di dalam hadits disebutkan :

Artinya : Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa seorang lelaki berkata kepada Nabi Shallahu ‘Alaihi Wasallam: “Nasihatilah aku”, Nabi bersabda : “Jangan engkau marah –beliau mengulanginya beberapa kali- jangan marah”. (HR. Al-Bukhari)

Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan di dalam kitabnya Syarh Arba’in An Nawawiyyah li ibni Utsaimin tentang makna hadits ini ketika seorang laki-laki meminta wasiat terhadap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, wasiat adalah sebuah pesan yang disampaikan kepada seseorang tentang perkara penting.

Lelaki tersebut meminta kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam agar beliau memberikan wasiat kepadanya. Maka berliau bersabda, Janganlah engkau marah.” Nabi tidak menyampaikan wasiat untuk bertakwa, yang dengan wasiat inilah Allah berwasiat kepada umat ini dan dengan wasiat ini pula, Dia berwasiat kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kita.

Beliau menyampaikan agar jangan marah. Yang dimaksud bukanlah melarang dari marah, itu merupakan salah satu tabiat manusia. Akan tetapi yang dimaksudkan adalah agar dapat menguasai dirimu ketika marah, di mana ia tidak melampiaskan apa yang dituntut oleh kemarahan ini, karena kemarahan adalah bara api yang dilemparkan oleh setan ke dalam lubuk hati anak adam.

Karena itu, engkau dapatkan orang yang sedang marah, matanya memerah, urat-uratnya keluar. Bisa jadi, perasaannya menjadi hilang dengan sebab kemarahan itu, sehingga terjadilah hal-hal yang tidak diinginkan.

Bisa jadi akhirnya ia menyesal dengan penyesalan yang mendalam terhadap apa yang terjadi dengan sebab kemarahan itu. Karena itu, nabi berwasiat kepadanya dengan wasiat ini, yaitu wasiat kepadanya dan orang-orang yang keadaannya serupa dengannya.

Tawadhu’

Di dalam kitab Ar Rahiq Al Mahtum dikisahkan bahwa suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah didatangi utusan Quraisy, Uthbah bin Rabi’ah. Utusan tersebut berkata kepada Rasulullah, “Wahai keponakanku, engkau datang membawa agama baru, apa yang sebetulnya engkau kehendaki? Jika yang kau kehendaki adalah harta, maka akan kami kumpulkan seluruh kekayaan kami, jika kau inginkan kemuliaan maka akan kami muliakan engkau, jika ada sesuatu penyakit yang dideritamu, maka akan kami carikan obat untukmu, jika kau menginginkan kekuasaan, biar kami jadikan engkau penguasa di kota kami”.

Setelah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendengar ucapan orang musyrik ini, tidak sedikitpun beliau membantah atau memotong pembicaraannya. Ketika Uthbah telah menghentikan ucapannya, dengan nada lembut Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya, “Sudah selesaikah engkau, wahai Abul Walid?”

“Sudah.” kata Uthbah.

Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam membaca surat Fushilat, ketika sampai pada ayat sajdah, maka beliau bersujud. Sementara itu Uthbah hanya duduk mendengarkan Shallallahu ‘Alaihi Wasallam Nabi sampai menyelesaikan bacaan dan sujudnya.

Jika kita renungi, bagaimana metode Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyimak perkataan yang diuraikan Uthbah bin Rabi’ah maka kita akan menemukan bahwa beliau memiliki jiwa yang bersih serta akhlak yang begitu indah, bahkan tarhadap lawannya sekalipun Rasulullah masih menunjukan sikap santun beliau.

Jujur

Di dalam hadits disebutkan :

Artinya : Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah :“Kalian harus jujur karena sesungguhnya jujur itu menunjukan kepada kebaikan dan kebaikan itu menunjukkan kepada jannah. Seseorang senantiasa jujur dan berusaha untuk jujur sehingga ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian dusta karena sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada keburukan dan keburukan itu menunjukkan kepada neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan berusaha untuk berdusta sehingga ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta.” (H.R. Muslim).

Sifat mulia Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam lainnya, dikisahkan bahwa beliau tidak pernah berbohong. Bahkan, ketika beliau masih menjualkan barang dagangan Khadijah, beliau senantiasa menyebutkan dengan jujur modal yang beliau gunakan untuk barang dagangannya kepada pembeli yang akan memberikan lebih atau tidak pada barang yang dibelinya, sehingga pada saat itu beliau dikenal sebagai pedagang atau pebisnis yang jujur.

Di era modern seperti saat ini, mungkin tidak banyak ditemukan pedagang yang jujur seperti Rasulullah.Karena kejujuran beliau, sehingga beliau sangat dikenal baik dalam buku sejarah Eropa maupun umat islam itu sendiri sebagai satu-satunya manusia yang memiliki gelar “Al Amiin”.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallampernah bersabda:

Artinya : “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”. (H.R. Al-Baihaqi dan Al-Hakim).

Benar saja, apa yang beliau sabdakan telah beliau aplikasikan sehingga menjadi suri tauladan yang baik bagi umatnya sebagaimana firman Allah Ta’ala

Artinya :Sesungguhnya telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah itu tauladan yang baik, yaitu bagi orang yang senantiasa mengharapkan (keridhaan) Allah dan (balasan baik) hari akhirat dan banyak berdzikir kepada Allah.” (Q.S. Al-Ahzab [33] : 21).

Sebagai seorang muslim, sudah seyogyanya bagi kita untuk meniru akhlak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, sehingga kita bisa merasakan hidup indah bersama ahlak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Allah Ta’ala berfirman:

Artinya : “Dan sesungguhnya kamu benar-benar mempunyai akhlak yang agung.” (Q.S. Al-Qalam [68] : 4).

Sungguh, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallamadalah manusia paling mulia, manusia pilihan Allah Ta’ala yang tidak akan pernah kita temukan dalam sejarah kehidupan manusia.

Ini adalah sebuah keuntungan bagi kita sebagai umat manusia, karena memiliki banyak kesamaan antara Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan kita. Beliau bukanlah malaikat, manusia tidak akan bisa meneladanijika beliau berasal dari kalangan malaikat.

Beliau hanyalah seorang manusia biasa, sehingga tidak ada alasan bagi kita untuk menolak ajaran yang beliau bawa.

Allah Ta’ala berfirman:

Artinya :Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa…“. (Q.S. Al-Kahfi [18] : 110).

Semoga kita semua mejadi pribadi yang memiliki akhlak mulia sebagaimana yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam teladankan. Aamiin. 

Add comment

Jl.Lingkar Utara Bekasi Kel. Perwira Kec. Bekasi Utara (sebelah BSI Kaliabang) Raya Bekasi KM.27 Pondok Ungu

Email : admin@smktarunabangsa.sch.id

Pengumuman

© 2024 SMK Taruna Bangsa Kota Bekasi. All Rights Reserved.